Dalam konstitusi kita mengenal 2 hal, yaitu hukum konstitusi dan konstitusi etika. Dalam pelaksanaan pemilukada tindak pidana pemilu bukan merupakan hal yang harus dikedepankan. Tindak pidana itu merupakan perwujudan terakhir apabila telah dilakukan edukasi dan arahan beretika dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Terkait pasal 71 ayat 3 yang di khususkan untuk incumben yang akan kembali maju, ada sebuah aturan dan larangan dalam penyalahgunaan kewenangan dan program baik 6 bulan sebelum ditetapkan pasangan calon hingga penetapan pasangan calon terpilih.
Dalam aturan ini konstitusi mengedepankan proses pembuktian administrasi terlebih dahulu sebagaimana pasal 71 ayat 5 UU No.10 Tahun 2016. Dimana pasangan calon tersebut dapat didiskualifikasi apabila ada tindakan incumben melakukan penyalahgunaan kewenangan yang dapat menguntungkan maupun yang merugikan Paslon lainnya.
Bawaslu memiliki hak kewenangan untuk melakukan pemeriksaan tersebut dan bila terbukti mendiskualifikasi. Inilah konstitusi etika yang harus dikedepankan untuk menjaga kondusifitas dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Bawaslu tidak dapat serta merta suatu perkara terhadap pasangan calon lebih mengedepankan konstitusi hukum. Terlebih lagi Pasal 188 UU nomor 1 Tahun 2015 yang ancaman hukuman 1 hingga 6 bulan merupakan suatu tindak pidana pemilu yang dapat dilakukan restorasi Justice.
Dalam Surat Telegam (ST) dengan nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 tentang penundaan proses hukum terkait pengungkapan kasus tindak pidana yang melibatkan peserta Pemilu 2024. Hal tersebut merupakan kebijakan kapolri dalam rangka menjaga kondusivitas untuk kegiatan pemilihan kepala daerah agar tidak ada hal yang dapat mempengaruhi penyalahgunaan kewenangan dan anggapan bahwa telah terjadinya diskriminasi yang merugikan salah satu pasangan calon.
Gakumdu dapat melaksanakan tugasnya terkait tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh ASN, Pejabat Negara, Polri, Kejaksaan, kepala desa. Bila kita kaji contoh perkara ada pasangan Calon Pemilihan Kepala Daerah yang ditersangkakan yaitu Pasangan Calon Nomor 2 untuk pilkada walikota Metro Provinsi Lampung. Hal mana diketahui sebelum ditetapkan calon seorang wakil walikota yang merupakan bakal calon pada saat itu hadir memenuhi undangan dalam sosialisasi program pemerintah pusat.
Menghadiri undangan bukan dengan kegiatan kampanye, walau dalam sambutan akhirnya meminta restu untuk dapat kembali diberikan kepercayaan untuk dapat memimpin di kota metro. Oleh Bawaslu kota metro dilakukan klarifikasi dan dikarenakan tidak terpenuhinya unsur melakukan diskualifikasi pasangan calon lalu dilakukan ke ranah tindak Pidana Pemilu yang tidak mengedepankan kan prinsip kehati hatian dan tidak menjalankan surat telegram dari Kalpori.