..::SELAMAT DATANG DI RIDWAN SYAIDI TARIGAN & PARTNERS::.. ADVOKAT | PENGACARA | KONSULTAN HUKUM::......

KEPUASAN CLIENT

Sebuah kepuasan client yang menggunakan Jasa kami merupakan modal utama law firm RIDWAN SYAIDI TARIGAN dan PARTNERS, sehingga kami akan bekerja dan client akan tersenyum

MEMBERIKAN SOLUSI

Didalam sebuah permasalahan yang dihadapi oleh client kami memberikan solusi

PELAYANAN YANG RAMAH

Law Firm RIDWAN SYAIDI TARIGAN dan PARTNERS, memiliki para staff yang ramah dan siap melayani.

PARTNERS YANG PROFESIONAL

Law Firm RIDWAN SYAIDI TARIGAN dan PARTNERS, memiliki partners yang profesional dan ahli dalam beberapa bidang hukum

PERSAUDARAAN PEKERJA MUSLIM INDONESIA

Ridwan Syaidi Tarigan, seorang advokat yang juga diberikan kepercayaan dan amanah menjadi Ketua PPMI Cabang Jakarta Barat

Pengangkatan dan Pemberhentian Advokat

Profesi advokat merupakan profesi yang mulia, statusnya sama dengan penegak hukum hanya saja tidak memiliki kewenangan yang diberikan negara kepada para penegak hukum lainnya. Maka kesamaan penegak hukum inilah yang membuat Organisasi Advokat menjadi state organ. Dalam Undang Undang Advokat 
  • Melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat
  • Melaksanakan pengujian calon advokat
  • Melaksanakan pengangkatan advokat
  • Membuat kode etik
  • Membentuk Dewan Kehormatan
  • Membentuk Komisi Pengawas
  • Melakukan pengawasan
  • Memberhentikan advokat
Sehingga dalam 8 fungsi ini dijalankan maka setiap advokat terikat dengan aturan dan proses Organisasi Advokat. Produk yang dikeluarkan Advokat yaitu pelaksanaan PKPA, Ujian dan Pengangkatan merupakan rangkaian inti dalam rekruitmen Advokat dalam Organisasi Tersebut. Hanya saja ada pemahaman yang berbeda dimana seseorang yang sudah menjadi Advokat maka profesinya selalu melekat dan tak dapat diberhentikan, sehingga dalam pelaksanaan sering kali saat Advokat yang di angkat oleh Organisasi Advokat dan diberhentikan dengan mudahnya membuat Organisasi Advokat baru dan mengeluarkan kembali Kartu Advokat.

Sesungguhnya bila Organisasi Advokat yang sudah diberhentikan maka semua produk dari Organisasi Advokat tersebut menjadi tidak berlaku kembali dan tak dapat digunakan kembali oleh Advokat tersebut  Lalu bagaimana seharusnya yang dapat dilakukan terhadap seseorang yang sudah di berhentikan oleh Organisasi Advokat tersebut, dia dapat memilih Organisasi Advokat yang ingin dinaungi dengan proses dari awal, yaitu Mengikuti PKPA, Ujian dan Pengangkatan kembali. Kepada Organisasi Advokat yang baru. dan diusulkan kembali untuk diSumpah dihadapan Pengadilan Tinggi.

Menjadi pertanyaan kembali bagaimana maksud dari Berita Acara Sumpah, bila kita melihat apa definisi berita acara yaitu naskah yang bertujuan untuk mengesahkan peristiwaArtinya sebagaimana UU Advokat, menyatakan sebelum advokat menjalani profesinya maka dia harus mengangkat sumpah, maka berita acara itu adalah naskah peristiwa yang merupakan bukti sudah menjalankan sumpah profesi.

Ada fenomena dimana Pengadilan Tinggi melakukan pembekuan terhadap Advokat, menurut saya Pengadilan Tinggi dapat membekukan Berita Acara tersebut bila seorang advokat itu sudah diberhentikan oleh Organisasi Advokat. Dan pembekuan tersebut berdasarkan surat dari Organisasi Advokat yang mengusulkan penyumpahan. Dan Pengadilan Tinggi dapat kembali membuat Berita Acara Sumpah apabila advokat yang sudah diberhentikan oleh Organisasi Advokat sebelumnya, dan dia yang ingin menjadi Advokat di organisasi Advokat maka harus menjalani prosedural awal.

Apakah Pengadilan Tinggi dapat melakukan Penolakan membuat Berita Acara Sumpah kembali?  bila advokat tersebut telah menjalani prosedur awal, maka secara jelas Pengadilan tak dapat menolak, dan menjalankan perintah UU Advokat Jo putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 112/PUU-XII/2014. Dalam istilah pembekuan Berita Acara yang sesungguhnya itu adalah naskah suatu peristiwa, hanya dapat melekat ataupun dikeluarkan penetapan tersebut bila ada permintaan dari Organisasi Advokat yang mengusulkan Penyumpahan, tidak serta-merta Berita Acara Sumpah di bekukan tanpa adanya permintaan dari Organisasi Advokat yang mengusulkan.

Apakah tanpa Berita Acara Sumpah seorang berprofesi advokat tesebut tidak dapat beracara baik diluar maupun didalam, hal ini bila kita kaji lagi dalam Pasal 4 ayat 1 UU Advokat " Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh disidang terbuka Pengadilan Tinggi diwilayah domisili hukumnya."  Maka mengetahui seseorang tersebut telah dilakukan penyumpahan melalui berita acara sumpah sehingga bila naskah resmi tersebut tidak ada maka tidak ada dokumen resmi yang dapat menerangkan sebagaimana maksud dalam Undang Undang Advokat terlebih lagi sebagaimana Pasal 3 ayat 2 "Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan".

Bila Surat keputusan yang diterbitkan oleh Organisasi Advokat maka profesi Advokat tidak lagi melekat pada dirinya dan tidak bisa juga menjalankan profesinya kembali walau pindah organisasi advokat terkecuali melakukan prosedur awal kembali kepada organisasi advokat yang baru dan kembali lagi dikeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan kembali berdasarkan hasil pendidikan dan ujian yang diselenggarakan organisasi advokat tersebut dan diusulkan kembali oleh organisasi advokat.


Ridwan Syaidi Tarigan




Kriminalisasi Pasang Calon merupakan Tindakan pelanggaran konstitusi demokrasi

Dalam konstitusi kita mengenal 2 hal, yaitu hukum konstitusi dan konstitusi etika. Dalam pelaksanaan pemilukada tindak pidana pemilu bukan merupakan hal yang harus dikedepankan.  Tindak pidana itu merupakan perwujudan terakhir apabila telah dilakukan edukasi dan arahan beretika dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Terkait pasal 71 ayat 3 yang di khususkan untuk incumben yang akan kembali maju, ada sebuah aturan dan larangan dalam penyalahgunaan kewenangan dan program baik 6 bulan sebelum ditetapkan pasangan calon hingga penetapan pasangan calon terpilih.

Dalam aturan ini konstitusi mengedepankan proses pembuktian administrasi terlebih dahulu sebagaimana pasal 71 ayat 5 UU No.10 Tahun 2016. Dimana pasangan calon tersebut dapat didiskualifikasi apabila ada tindakan incumben melakukan penyalahgunaan kewenangan yang dapat menguntungkan maupun yang merugikan Paslon lainnya.

Bawaslu memiliki hak kewenangan untuk melakukan pemeriksaan tersebut dan bila terbukti mendiskualifikasi. Inilah konstitusi etika yang harus dikedepankan untuk menjaga kondusifitas dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Bawaslu tidak dapat serta merta suatu perkara terhadap pasangan calon lebih mengedepankan konstitusi hukum. Terlebih lagi Pasal 188 UU nomor 1 Tahun 2015 yang ancaman hukuman 1 hingga 6 bulan merupakan suatu tindak pidana pemilu yang dapat dilakukan restorasi Justice. 

Dalam Surat Telegam (ST) dengan nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 tentang penundaan proses hukum terkait pengungkapan kasus tindak pidana yang melibatkan peserta Pemilu 2024. Hal tersebut merupakan kebijakan kapolri dalam rangka menjaga kondusivitas untuk kegiatan pemilihan kepala daerah agar tidak ada hal yang dapat mempengaruhi penyalahgunaan kewenangan dan anggapan bahwa telah terjadinya diskriminasi yang merugikan salah satu pasangan calon.

Gakumdu dapat melaksanakan tugasnya terkait tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh ASN, Pejabat Negara, Polri, Kejaksaan, kepala desa. Bila kita kaji contoh perkara ada pasangan Calon Pemilihan Kepala Daerah yang ditersangkakan yaitu Pasangan Calon Nomor 2 untuk pilkada walikota Metro Provinsi Lampung. Hal mana diketahui sebelum ditetapkan calon seorang wakil walikota yang merupakan bakal calon pada saat itu hadir memenuhi undangan dalam sosialisasi program pemerintah pusat.

Menghadiri undangan bukan dengan kegiatan kampanye, walau dalam sambutan akhirnya meminta restu untuk dapat kembali diberikan kepercayaan untuk dapat memimpin di kota metro. Oleh Bawaslu kota metro dilakukan klarifikasi dan dikarenakan tidak terpenuhinya unsur melakukan diskualifikasi pasangan calon lalu dilakukan ke ranah tindak Pidana Pemilu yang tidak mengedepankan kan prinsip kehati hatian dan tidak menjalankan surat telegram dari Kalpori.



Syarat Selisih Sebagai Legal Standing Bertentangan Dengan Konstitusi

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/PUU-XXII/2024 yang sudah memberikan jalan kemudahan bagi para partai politik dengan menurunkan ambang batas parlemen treshort dalam pengajuan pasangan calon, maka seharusnya Mahkamah juga bisa menghilangkan legal standing syarat pengajuan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah maka Pasal 158 UU No.10 Tahun 2016 sudah tidak relevan lagi dan harus dihapuskan karena sudah tidak sesuai lagi dan merugikan hak konstitusional para peserta Pemilukada untuk mencari keadilan hak konstitusional nya.

Hal ini juga bisa dikaitkan dengan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pemungut suara Ulang saat pileg kemarin karena ada partai dalam pengisingan bakal calon anggota legislatif syara pemenuhan 30% perempuan tidak dijalankan.

Dan juga karena ada pasangan calon yang sudah ingkrah menjadi calon tapi tidak diikut sertakan dalam pemilihan kepala daerah maka dilakukan pemungutan suara ulang. 

Bila dalam Putusan MK No. 85/PUU-XX/2022  yang menyatakan berwenang mengadili perkara sengketa hasil Pilkada yang mana tidak termuat dalam UUD 1945 maka sudah sepantasnya MK tidak boleh lagi berlindung dalam pasal 158. MK harus menyelesaikan perkara hingga pemeriksaan pokok perkara. 

Jangan sampe ada kesan MK juga sebagai penjaga konstitusi tetapi ternyata melakukan begal konstitusi dalam pelaksanaan pemeriksaan sengketa yang ditangani. Terlebih dengan sikap arogansi yang seakan akan tidak fokus dalam pemeriksaan apabila dianggap kelelahan.

RSTP Pengacara
Negara yang kuat di bangun atas pondasi yang kokoh berdasarkan
"Tuhan Yang Maha Esa"

Kebenaran itu ada kalau tahu sumbernya, hukum bisa ditegakkan kalau tahu caranya, sumber dari segala kebenaran dan keadilan adalah
"Tuhan Yang Maha Esa"