..::SELAMAT DATANG DI RIDWAN SYAIDI TARIGAN & PARTNERS::.. ADVOKAT | PENGACARA | KONSULTAN HUKUM::......

KEPUASAN CLIENT

Sebuah kepuasan client yang menggunakan Jasa kami merupakan modal utama law firm RIDWAN SYAIDI TARIGAN dan PARTNERS, sehingga kami akan bekerja dan client akan tersenyum

MEMBERIKAN SOLUSI

Didalam sebuah permasalahan yang dihadapi oleh client kami memberikan solusi

PELAYANAN YANG RAMAH

Law Firm RIDWAN SYAIDI TARIGAN dan PARTNERS, memiliki para staff yang ramah dan siap melayani.

PARTNERS YANG PROFESIONAL

Law Firm RIDWAN SYAIDI TARIGAN dan PARTNERS, memiliki partners yang profesional dan ahli dalam beberapa bidang hukum

PERSAUDARAAN PEKERJA MUSLIM INDONESIA

Ridwan Syaidi Tarigan, seorang advokat yang juga diberikan kepercayaan dan amanah menjadi Ketua PPMI Cabang Jakarta Barat

Putusan MK 135/2024 Selaras Dengan UUD 1945?


Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusannya, dan kini beberapa pakar hukum tata negara mulai melakukan kajian terhadap keputusan tersebut ada beberapa pihak menyatakan sebagai berikut 'Saat dinyatakan putusan MK ya dituruti, dong" 

saya sepakat setiap putusan hukum wajib dihormati, hanya saja menjadi dasar hukum melakukan penundaan pemilu untuk DPRD melanggar pasal 22 E UUD 1945.  Terbayang kan,  klw itu terjadi bila penundaan itu untuk pilpres sebelum pemilu 2024 pasti akan terjadi kekisruhan politik.

Menjadi pertanyaan selanjutnya apakah UU yang telah berkesesuaian dengan UUD 1945 dapat ditafsir berbeda oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga mempengaruhi suatu frasa dalam pasal pasal yang secara jelas diatur dalam UUD 1945.

Apakah dalam Pasal 24C UUD 1945 MK diberi kewenangan untuk melakukan tafsir perubahan makna UUD 1945 melalui Uji materiil. Disinilah kembali lagi harus dilihat kewenangan MK. bila menghormati putusan MK maka MPR harus melakukan amandemen UUD 1945 agar secara konstitusional mengizinkan terjadinya perpanjangan waktu untuk pemilu DPRD. Dan MK dapat memperluas makna tafsir UUD 1945.

Bagaimana cara melaksanakan pemilu yang sudah ditetapkan 5 tahun sekali berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen yang mengunci agar tidak ada celah penundaan maupun percepatan pemilu karena sebelum amandemen UUD 1945 pasal 22 E, telah terdapat sejarah bahwa pemilu tidak dilaksanakan 5 tahun sekali yaitu pada masa Soekarno dimana pada tahun 1955 pemilu dilaksanakan dan karena tidak keselarasan pemerintah akhirnya Bung Karno pun mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang memutuskan untuk membubarkan parlemen hasil Pemilu 1955.

Lalu pemilu ke 2 masa Soeharto  pada tahun 1971 memilih DPR, DPRD 1 dan DPR 2, lalu pemilu ke 3 pada tahun 1977 dan pernah terjadi juga pada tahun 1997 pemilu dan dilaksanakan kembali pemilu pada tahun 1999. Sehingga untuk menjaga kepastian waktu pemilu 5 tahunan maka MPR melakukan amandemen ke 3  UUD 1945  pada sidang tahun MPR pada 10  November 2001 dan menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

Sehingga apabila MK memiliki pertimbangan hukum dan hal tersebut apakah dipandang kesesuaian dengan kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugasnya sebagaimana Amanat UUD 1945. Maka sudah tugas MPR lah sebagai pemegang legesi dalam membuka kebuntuan Konstitusi ini yaitu melakukan amandemen UUD 1945.

Ada beberapa pakar tidak sepakat ditariknya MPR dalam menyelesaikan kebuntuan ini, dan ada beberapa pakar menyatakan MPR adalah solusi dengan kewenangan diberikan salah satunya amandemen UUD 1945 sehingga memecahkan kebuntuan Konstitusional. Terkait penundaan pemilu DPRD selama 2 hingga 2.5 tahun lamanya. Yang dalam artian mensampingkan pasal 22E UUD 1945.

MK memperluas tafsir pilkada masuk dalam rezim pemilu.

Bahwa sebagaimana Pemilihan kepala daerah diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis". 

Sehingga bisa saja menafsirkan pilkada masuk dalam rezim pemilu bila dikaitkan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 sehingga pilkada pertama kali tahun 2006. Hal ini kerena memiliki dasar untuk memperkuat open legal policy pembuat UU. Dan putusan MK nomor 97/2013 yang menyatakan tidak berwenang dalam sengketa pilkada karena tidak masuk katagori rezim pemilu sebagaimana tidak tercantum jelas dalam UUD 1945. Dan putusan MK nomor 85/2022 menyatakan berwenang dikarenakan Pembuat Undang Undang tidak membentuk pengadilan khusus sedangkan proses tahapan pilkada telah berjalan sehingga bila pemerintah dan DPR baru akan membentuk agar terjadi kepastian proses MK menyatakan peradilan khusus untuk pemilu 2024 merupakan inkonstitusional.

Kini pada putusan MK nomor 135/2024 kembali lagi melegitimasi pilkada masuk dalam pemilu. Sehingga dianggap telah mengunci keinginan pemerintah dan DPRD untuk pilkada keluar dari pemilu dan dipilih melalui mekanisme pemilihan di DPRD.

Yang harus dipahami bahwa tidak ada aturan periode dalan pilkada berapa tahun sekali harus dilaksanakan dan apakah harus melalui pemilu atau mekanisme lainnya hal tersebut tidak diatur dalam UUD 1945 sehingga bisa ditafsir oleh MK lalu bagaimana dengan DPRD yang secara jelas tertulis dalam Pasal 22E. Dan ada jangka waktu yang diberikan?

Dr. Ridwan Syaidi Tarigan
Founder RST. Law Firm

Tragedi Isu Dugaan Ijasah Jokowi

Maraknya isu ijasah palsu yang dilontarkan oleh berbagai pihak, membuat seorang Joko Widodo akhirnya menentukan sikap, hal ini dilakukan karena tantangan roy suryo untuk melaporkan dirinya dengan pencemaran nama baik, dari pada menyuruh pihak lain yang membuat laporan polisi. bila dikaji bahwa pernyataan tersebut merupakan kajian ilmiah maka kita kaji dahulu apa yang dimaksud dengan kajian ilmiah tersebut, berdasarkan keterangan bahwa kajian ilmiah merupakan suatu rangkaian pengamatan yang dilakukan secara sambung-menyambung dan terakumulasi,  kemudian melahirkan teori yang mampu menjelaskan maupun meramalkan fenomena-fenomena. lalu bila dikaitkan dengan perkara tersebut apakah dapat dikatagorikan kajian ilmiah? maka yang harus diperhatikan adalah apakah suatu barang yang dikaji sebelumnya diperiksa secara sambung menyambung? yang artinya diperoleh dari pemilik barang tersebut dan dilakukan pencocokan dengan pemilik ijsah lainnya yang sengkatan dan satu fakultas. apabila dalam pemeriksaan tersebut tidak ditemukan identik maka langkah selanjutnya mengkonfirmasi kepada pihak universitas yang mengeluarkan produk ijasah tersebut, maka apabila terklarifikasi bahwa Ijasah tersebut memang dikeluarkan oleh universitas sehingga dapat disimpulkan sutu kajian hasil penelitian tersebut.

Sikap Joko Widodo sebagai subjek hukum memiliki hak untuk tidak dapat memberitahukan dokumen pribadinya kepada siapapun yang tidak memiliki kewenangan dan kepentingan secara konstitusi, Dokumen Pribadi dapat ditunjukkan secara sukarela untuk kepentingan administrasi yaitu melamar pekerjaan, mencalonkan diri sebagai pejabat publik dan hal lainnya. tidak bisa secara serta merta ditunjukkan ke khalayak umum secara sembarangan. apabila alasannya karena menjabat sebagai pejabat publik pastilah ijasah tersebut sudah diperlihatkan kepada Komisi pemilihan umum untuk diklarifikasi dengan universitas kebenarannya. maka tidak axda seorang roy suryo mengambil alih kewenangan yang tidak diberikan berdasarkan konstitusi.

Isu ketidak hadiran seorang prinsipal yaitu Joko Widodo dalam persidangan mediasi merupakan hak seseorang yang telah memberikan kuasa kepada Advokat yang diberikan kuasa untuk menghadiri persidangan, baru akan menjadi masalah bila Seseorang yang mengajukan Gugatan tetapi dalam mediasi prinsipal tidak hadir dalam mediasi maka dapat gugur gugatannya, hal tersebut tidak sama dengan Tergugat. Fungsi Mediasi merupakan penyelesaian perkara sebelum masuknya dalam pokok perkara persidangan bisa terselesaikan dengan baik, dan bila ada pihak tetap tidak mau berdamai dan meneruskan perkara ini maka tidak dapat terhalangi, karena merupakan hak setiap warganegara.

Biodata diri Founder RST Law Firm

Ridwan Syaidi Tarigan adalah seorang profesional yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi di bidang hukum (hingga jenjang Doktor). Karirnya sebagai Advokat dan Kurator menunjukkan pengalaman praktis dalam bidang hukum. Minatnya yang besar dalam menulis, terutama buku-buku yang mendalam mengenai hukum tata negara dan Mahkamah Konstitusi, menunjukkan dedikasinya untuk berkontribusi pada perkembangan ilmu hukum.

Putra Pertama dari Alm.Bustami Tarigan dan Nurleli br Sebayang memiliki Keinginan untuk menjadi dosen mencerminkan hasrat untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan generasi mendatang. Selain karir profesional, keterlibatannya dalam PMI menegaskan kepedulian sosial dan keinginan untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Secara keseluruhan, Ridwan Syaidi Tarigan adalah seorang individu yang memiliki dedikasi tinggi di bidang hukum, aktif dalam berbagai kegiatan intelektual dan sosial, serta memiliki keinginan kuat untuk terus berkontribusi.

Adapun beberapa karya yang telah diterbitkan dalam buku diantaranya :

  • Kerah putih koorporasi
  • Kewenangan penyelesaian perselisihan pemilihan kepala daerah serentak
  • Mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
  • Dinamika implementasi putusan Mahkamah Konstitusi
  • Reformasi hukum tata negara : menuju keadilan dan keseimbangan
  • Menuju negara hukum yang berkeadilan
  • Konstitusi dan kekuasaan studi kasus dalam hukum tata negara
  • Hukum acara mahkamah konstitusi
  • Hukum tata negara dan tranformasi : implikasi dan prospek sosial
Ridwan Syaidi Tarigan mendirikan Firma Hukum pada tahun 2010, yang beralamat di Jalan Kartika No 153 Meruya Utara Jakarta Barat.

RSTP Pengacara
Negara yang kuat di bangun atas pondasi yang kokoh berdasarkan
"Tuhan Yang Maha Esa"

Kebenaran itu ada kalau tahu sumbernya, hukum bisa ditegakkan kalau tahu caranya, sumber dari segala kebenaran dan keadilan adalah
"Tuhan Yang Maha Esa"