Promovendus Ridwan Syaidi, S.H., M.H., mempresentasikan hasil penelitiannya secara langsung di hadapan tim penguji yang dipimpin Wakil Rektor Prof. Dr. Ir. H. Rudi Bratamanggala.MM., yang mewakili Rektor Universitas borobudur.
Sidang promosi doktor ini turut dihadiri tim penguji internal, antara lain Sekretaris Prof. Dr. faisal santiago,SH.MM., Penguji Dr. KMS. Herman, SH. MH. MSi. , M.Hum., Promotor Prof.Dr. Zaenal Arifin Hoesein, SH. MH., Co-Promotor Dr. Ahmad Redi, SH.MH.MSi dan Penguji Eksternal Prof. Dr. Henny Nuraeni, SH. MH
Ridwan Syaidi dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dan berhak menyandang gelar doktor usai mempresentasikan disertasinya berjudul “PENYELESAIAN PERKARA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XX/2022 TERHADAP PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK DI INDONESIA”. Dengan kelulusannya, Ridwan Syaidi menjadi lulusan ke-218 pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur.
Dalam disertasinya, promovendus menyoroti kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perselisihan hasil pilkada yang mana terjadi perubahan pendirian yang termaktub dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XX/2022, yang mana awalnya Pendirian Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan putusannya Nomor 001-002/PUU-XII/2014, Tanggal 13 Febuari 2014 kewenangan lembaga Negara yang secara limitatif ditentukan oleh Undang-Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat ditambah atau di kurangi oleh Undang-Undang maupun putusan Mahkamah Konstitusi karena akan mengambil peran sebagai pembentuk Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian menurut Mahkamah, penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dengan memperluas makna pemilihan umum yang diatur Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 adalah inkonstitusional.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili perselisihan tentang hasil pemilihan kepala daerah ini merupakan kewenangan tambahan yang berasal dari undang-undang, di luar kewenangan pokok yang termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) serta ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, menurut Ridwan Syaidi, penambahan kewenangan yang dipegang oleh Mahkamah Konstitusi harus diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, bukan dengan undang-undang
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 236 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 bersifat inkonstitusional, dikarenakan Pemilukada tidaklah termasuk dalam rezim Pemilu dan Mahkamah Konstitusi menghapus kewenangan tambahan untuk mengadili perselisihan hasil pemilukada di luar kewenangan yang termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Sehingga Ridwan Syaidi berharap tetap dibentuknya peradilan khusus yang dapat menangani sengketa proses administrasi, tindak pidana pemilu dan perselisihan hasil dan keberadaannya bersifat adhock dan berada di tingkatan provinsi dan putusan bersifat final.
Pada saat momen kelulusan, Prof. Dr. Ir. H. Rudi Bratamanggala.MM sebagai Ketua Tim Penguji memberikan ucapan selamat dan harapan kepada Ridwan Syaidi. agar dapat menjaga nama baik Universitas Borobudur